Selasa, 28 Maret 2023

REFLEKSI PEMBELAJARAN ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

 

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada  agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Kompetensi inti coaching:
    * Kehadiran Penuh/Presence
    * Mendengarkan Aktif
    * Mengajukan Pertanyaan Berbobot
    * Mendengarkan dengan RASA

  Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.  Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.
 
Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak.  Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara.Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.  Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
 
Pertanyaan berbobot memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Hasil mendengarkan aktif: Menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengarkan
  2. Membantu coachee: Membuat coachee mengingat, merenung, dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya
  3. Bersifat terbuka dan eksploratif: Struktur kalimat terbuka, membuat coachee harus menjawab sambal berpikir
  4. Diajukan di momen yang tepat: Tidak terburu-buru dalam mengajukan pertanyaan dan ditanyakan di waktu yang coachee sudah siap memprosesnya
  Setelah kita mengetahui ciri-ciri pertanyaan berbobot, tentunya kita perlu mengetahui bagaimana kiat-kiat untuk mengajukan pertanyaan berbobot. Kiat-kiat yang dapat kita coba adalah sebagai berikut:
1.Merangkum pernyataan-pernyataan coachee dari hasil mendengarkan aktif.
2.Menggunakan kata: Apa, Bagaimana, Seberapa, Kapan dan Dimana, dalam bentuk pertanyaan terbuka
3.Menghindari penggunaan kata tanya “mengapa” karena bisa terasa ada “judgement”. Ganti kata “mengapa” dengan “apa sebabnya” atau “apa yang membuat”
4.Mengajukan satu pertanyaan pada satu waktu, jangan memberondong
5.Mengizinkan ada “jeda” atau “keheningan” setelah coachee selesai bicara, tidak buru-buru bertanya.  Juga izinkan ada keheningan saat coachee memproses pertanyaan
6. Menggunakan nada suara yang positif dan memberdayakan
 

Minggu, 12 Maret 2023

REFLEKSI PEMBELAJARAN ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

 

Pembelajaran berbasis sosial emosional perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana kesiapan belajar belajar murid, minat murid dan profil belajar murid serta fokus peserta didik dalam memulai pembelajaran. Pembelajaran sosial emosional penting untuk diterapkan di sekolah, karena jika kita mengabaikan pengembangan keterampilan sosial dan emosional murid, maka akan membawa dampak buruk secara akademik bagi murid. Murid yang berkembang secara sosial dan emosional, akan berkembang bersamaan dengan berkembangnya secara akademik. Kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being).

Hal mendasar dan penting dipelajari mengenai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL, yaitu untuk mengembangkan 5 Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu:
1.  Kesadaran Diri
2.  Manajemen Diri
3.  Kesadaran Sosial
4. Keterampilan Berelasi
5. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Pemahaman konsep Kesadaran Penuh sebagai dasar penguatan 5 Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dan bagaimana mengimplementasikan Pembelajaran Sosial dan Emosional di kelas dan sekolah melalui 4 indikator yaitu:

1.  Pengajaran eksplisit
2.  Integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik
3.  Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah
4.  Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.

Pengajaran eksplisit dilakukan sebagai implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional untuk memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten dalam menumbuhkan, melatih dan berefleksi tentang 5 Kompetensi Sosial Emosionla (KSE) dengan cara yang sesuai dan terbuka dengan ragam budaya.

Pembelajaran akademik yang terintegrasi KSE merupakan konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, seni, musik dan pendidikan jasmani.

Keterlibatan murid diperlukan untuk mengajak warga sekolah menghormati dan meningkatkan perspektif dan pengalaman murid dengan melibatkan murid sebagai pemimpin, pemecah masalah, dan pembuat keputusan.

Sabtu, 04 Maret 2023

REFLEKSI PEMBELAJARAN ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 2.1. MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR MURID MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Pengertian

Setiap murid memiliki perbedaan mulai dari latar belakang, minat, kecepatan belajar, dan cara berpikir. Dengan adanya perbedaan tersebut maka guru perlu memahami bahwa kebutuhan belajar setiap anak juga berbeda. Hal ini tentu saja membuat guru harus proaktif untuk merencanakan berbagai cara atau teknik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan sebuah pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan  tersebut. 

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut terkait dengan kurikulum, respon guru terhadap kebutuhan belajar muridnya, usaha guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang ‘mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi, manajemen kelas yang efektif dan penilaian berkelanjutan. 

Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi

Praktik pembelajaran berdiferensiasi dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya. Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:

1. Kesiapan belajar (readiness) murid

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Tujuan memetakan kesiapan belajar murid untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29)

2.  Minat murid

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar, mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran, menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

3.  Profil belajar murid

Profil belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Profil belajar terkait gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll. Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha menggunakan kombinasi gaya mengajar.

Berdasarkan pemetaan kebutuhan belajar tersebut, guru dapat menentukan strategi yang dibutuhkan dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi. Beberapa strategi diferensiasi yang bisa kita lakukan yaitu :

  1.  Diferensiasi konten

Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid kita. Diferensiasi konten dibedakan atas tingkat kesiapan belajar murid, minat, dan profil belajar murid.

2.  Diferensiasi proses

Proses adalah bagaimana murid akan memahami memaknai apa informasi atau materi yang akan dipelajari. Diferensiasi proses dapat dilakukan dengan kegiatan berjenjang, menyediakan pertanyaan pemandu, membuat agenda individual, memvariasikan lamanya pengumpulan tugas, mengembangkan kegiatan bervariasi yang menggunakan berbagai metode gaya belajar, menggunakan pengelompokkan yang fleksibel.

3.  Diferensiasi produk

Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja murid yang akan ditunjukkan kepada guru dalam berbentuk karangan, tulisan, hasil tes, pertunjukkan, presentasi, pidato, rekaman, diagram, dsb. Produk harus mencerminkan pemahaman murid dan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Diferensiasi produk harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid.

 

Sebuah kelas yang berdiferensiasi haruslah didukung komunitas belajar, dimana guru memimpin murid muridnya untuk mengembangkan sikap, kepercayaan, dan praktek-praktek yang mengembangkan komunitas belajar. Komunitas belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi nampak pada iklim kelas yang mendukung, setiap orang dalam kelas saling menghargai, murid merasa aman dan nyaman, ada harapan pertumbuhan siswa secara optimal, setiap kebutuhan siswa terpenuhi, dan adanya kolaborasi antar guru dan siswa.  

COBA

 aku suka