Selasa, 20 Desember 2022

REFLEKSI PEMBELAJARAN ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 

Perubahan Paradigma Teori Kontrol/Teori Pilihan (Ilusi Kontrol)

Psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan beberapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’, yaitu :

·  Ilusi guru mengontrol murid.  

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau  murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid  sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.

·  Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.

Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah  suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.

·  Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat  menguatkan karakter.

Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan  negatif.

·  Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. 

Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab  untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang  dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang,  dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.

Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.

Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid, namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan kependidikan. Lihatlah para guru di sekolah Anda. Dapatkan Anda memprediksi kira-kira guru mana yang memiliki kebutuhan dasar yang tinggi akan penguasaan, kebebasan, kesenangan, atau kasih sayang dan rasa diterima? Kebutuhan dasar mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh guru  ketika mereka melakukan sebuah tindakan tertentu?  Kalau begitu,  apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin sekolah berdasarkan konsep 5 kebutuhan dasar ini dalam rangka mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah yang positif ? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COBA

 aku suka