Nilai-nilai kebajikan universal bisa
berupa antara lain Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Rasa
Syukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen,
Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan, dan lain-lain.
Empat Paradigma
Dilema Etika
Dilema etika
adalah tantangan berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita
menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang
bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan,
persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.
Paradigma yang
terjadi pada situasi dilema etika dikategorikan menjadi :
1.
Individu
lawan kelompok (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu lawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Paradigma ini, bisa juga berhubungan dengan konflik antara kepentingan pribadi lawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil lawan kelompok besar. ‘Individu’ di dalam paradigma ini tidak selalu berarti ‘satu orang’, tapi dapat juga berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. ‘Kelompok’ dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi, bisa berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga kita. Dilema individu melawan kelompok adalah tentang bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk kelompok yang lebih besar. Sebagai guru terkadang kita juga harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengerjakan sebuah tugas, sementara ada kelompok lain yang dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat sehingga mereka sudah siap untuk masuk ke pelajaran berikutnya, apakah keputusan yang akan diambil oleh guru? Dalam situasi ini, guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.
2. Rasa keadilan
lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini, pilihannya adalah antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Kita bisa memilih untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang sama bagi semua orang, atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang. Terkadang memang benar untuk berpegang teguh pada peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan), misalnya ada peraturan di rumah, kita harus berada di rumah pada saat makan malam, suatu hari kita pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan kita. Situasi ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua kita. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau haruskah orang tua kita membuat pengecualian?
3. Kebenaran lawan
kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita harus memilih antara jujur atau setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya. Pada situasi perang, tentara yang tertangkap terkadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.
4. Jangka pendek
lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering
terjadi dan mudah diamati. Seringkali kita harus memilih keputusan yang
kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan
datang. Paradigma ini bisa terjadi pada hal-hal yang setiap harinya terjadi
pada kita, atau pada lingkup yang lebih luas misalnya pada isu-isu dunia secara
global, misalnya lingkungan hidup dan lain lain. Sebagai orangtua, kita
seringkali harus membuat pilihan ini, contohnya: ketika kita harus memilih
antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk
ditabung nanti. Pernahkah kita harus memilih antara menggunakan uang kita untuk
makan favorit kita atau berlatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya, kita telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.
Konsep Pengambilan dan Pengujian KeputusanDalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan
diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada
9 langkah yang dapat kita lakukan, diantaranya:
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
Mengapa langkah ini penting untuk kita lakukan? Pertama, alih-alih langsung
mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih seksama, penting bagi
kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang kita hadapi. Kedua, penting
bagi kita untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang
berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial.
Tidak mudah untuk bisa mengenali hal ini. Kalau kita terlalu berlebihan, kita
bisa terjebak dalam situasi seolah-olah kita terlalu mendewakan aspek moral,
sehingga kita akan mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kecil. Sebaliknya
bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali
aspek-aspek permasalahan etika dalam masalah yang sedang kita hadapi.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang kita
hadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Bukan berarti kalau
permasalahan tersebut bukan dilema kita, maka kita menjadi tidak peduli.
Karena kalau permasalahan ini sudah menyangkut aspek moral, kita semua
seharusnya merasa terpanggil.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan
detail, apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa
yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya. Data-data tersebut penting karena dilema etika tidak bersifat
teoritis, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi
situasi tersebut, sehingga data yang detail akan menjelaskan alasan seseorang
melakukan sesuatu dan bisa juga mencerminkan kepribadian seseorang dalam
situasi tersebut. Kita juga harus bisa menganalisis hal-hal apa saja yang
potensial yang bisa terjadi di waktu yang akan datang.
4. Pengujian benar atau salah
a. Uji Legal. Pertanyaan penting di uji legal ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum
dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah
antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah
(bujukan moral). Keputusan yang harus diambil dalam situasi adalah pilihan
antara mematuhi hukum atau tidak, dan keputusan ini bukan keputusan yang
berhubungan dengan moral.
b. Uji Regulasi/Standar Profesional.
Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran
hukum di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode
etik di dalamnya. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus
melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa
seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Kita tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi kita, tapi kita akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi kita.
c. Uji Intuisi.
Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi kita dalam
merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini
mengandung hal-hal yang akan membuat kita merasa dicurigai. Uji intuisi ini
akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan
nilai-nilai yang kita yakini. Walaupun mungkin kita tidak bisa dengan jelas
dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk
banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.
d. Uji Publikasi. Apa yang akan kita rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak
maupun elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang kita anggap merupakan ranah pribadi kita tiba-tiba menjadi konsumsi publik?
Coba kita bayangkan bila hal itu terjadi. Bila kita merasa tidak nyaman
kemungkinan besar kita sedang menghadapi benar situasi benar lawan salah
atau bujukan moral.
e. Uji Panutan/Idola.
Dalam langkah ini, kita akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh
seseorang yang merupakan panutan kita, misalnya ibu kita. Tentunya di sini
fokusnya bukanlah pada ibu kita, namun keputusan apa yang kira-kira akan
beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi kita dan orang
yang sangat berarti bagi kita.
Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan tadi, ada tiga uji yang sejalan
dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu:
Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based
Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang
prinsip-prinsip yang mendalam. Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir
(Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir.
Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli
(Care-Based Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang
meminta kita meletakkan diri kita pada posisi orang lain.
Bila situasi dilema etika yang kita hadapi, gagal di salah satu uji keputusan
tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil resiko
membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri kita karena
situasi yang kita hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral yaitu benar atau salah.
5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi
yang sedang kita hadapi ini?
- Individu lawan kelompok (individual vs community)
- Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
- Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
- Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan
permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang kita hadapi
betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.
6. Melakukan Prinsip Resolusi
Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7. Investigasi Opsi Trilema
Dalam mengambil keputusan, seringkali ada 2 pilihan yang bisa kita pilih.
Terkadang kita perlu mencari opsi di luar dari 2 pilihan yang sudah ada. Kita
bisa bertanya pada diri kita, apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi
ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak
terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan
menyelesaikan masalah. Itulah yang dinamakan investigasi opsi trilema.
8. Buat Keputusan
Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan
yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan
dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
9 langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan
sebuah metode yang kaku dalam penerapannya. Pengambilan keputusan ini juga
merupakan keterampilan yang harus diasah agar semakin baik. Semakin sering kita
berlatih menggunakannya, kita akan semakin terampil dalam pengambilan keputusan.
Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah sikap yang bertanggung jawab
dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan universal